Minggu, 14 Desember 2008

STEVEN - JOHNSON SYNDROME



Stevens-Johnson Syndrome ( SJS ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kumpulan gejala berupa kelainan pada kulit, mukosa ( selaput lendir ) disertai gejala konstitusi.
Penyakit ini pada tahun 1922 dilaporkan oleh Stevens dan Johnson dan selanjutnya dikenal dengan Stevens-Johnson Syndrome.

Penyaki
t ini lebih sering dijumpai pada anak-anak atau dewasa muda dan penderita lak-laki lebih banyak dari wanita.
Peny
akit ini merupakan salah satu penyakit gawat darurat, sehingga perlu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian.

Penyebab.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Salah satu penyebabnya adalah alergi obat, diantaranya adalah beberapa jenis antibiotika, antipiretik ( penurun demam ), analgetik ( penahan sakit ), obat anti kejang untuk penyakit ayan dan jamu-jamuan ( obat tradisional ).
Selain it
u dapat juga disebabkan oleh infeksi (yang disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur atau parasit), keganasan, radiasi sinar X, hawa dingin/panas, kehamilan dan makanan.

Obat yang paling sering menyebabkan SJS ini antara lain : tetrasiklin, streptomisin, penisilin, parasetamol, metampiron dan tegretol.

Gejala dan kelainan klinis.
Gejala bervariasi ringan sampai berat. Fase akut dapat disertai gejala konstitusi awal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok, pada yang berat penderita dapat mengalami koma
Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan paling mudah terlihat , dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan kulit terdiri atas eritema ( kemerahan pada kulit ), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula (seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura ( bintik-bintik merah pada kulit ). Pada bentuk yang berat kelainan tersebut dapat terjadi di seluruh tubuh.


2. Kelainan selaput lendir di orifisium/lubang Yang tersering adalah di selaput lendir mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%), jarang timbul di lubang hidung dan anus. Vesikel dan bula yang pecah akan menjadi semacam kerak ( krusta ) pada kulit yang berwarna kehitaman terutama didaerah bibir.

Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas yang dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas.

3. Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis (radang konjungtiva) yang dapat timbul sebelum atau sesudah timbulnya kelainan pada kulit. Dapat terjadi perlekatan antara selaput lendir mata dengan kelopak mata ( simblefaron ) yang akan mengganggu penglihatan, pergerakan kelopak mata dan pergerakan bola mata.
Kelainan pada mata ini dapat menjalar ke kornea mata sehingga dapat menimbulkan kekeruhan bahkan sampai dapat menimbulkan pecahnya kornea sehingga timbul kebutaan.


Komplikasi
Tidak jarang terjadi komplikasi berupa kelainan pada paru-paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok.

Penatalaksanaan
Pemberian obat yang mengandung kortikosteroid merupakan ' life saving '. Selain itu diberikan juga antibiotika yang jarang menimbulkan alergi untuk mencegah infeksi sekunder, diet makanan tertentu dan pemberian zat-zat dan cairan untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh yang hilang, mengusahakan kelancaran pernafasan , menjaga higiene kulit dan mukosa serta transfusi darah pada kasus yang berat dimana lebih dari 2/3 badan terkena.
Khusus untuk mata, selain antibiotika salep mata juga diperlukan tetes mata yang berisi air mata buatan agar tidak terjadi perlekatan antara selaput lendir dengan kelopak mata.
Bila perlu dapat dipasang soft contact lens dan pada kasus yang berat, bila sudah sembuh dapat dilakukan cangkok selaput lendir mata dari selaput lendir mulut untuk mengatasi perlekatan yang timbul.

Karena SJS ini adalah suatu penyakit yang gawat , maka diperlukan kerjasama penatalaksanaan antara Spesialis Anak, Spesialis Mata, Spesialis Kulit dan Spesialis Penyakit Dalam untuk mencegah terjadinya kematian.
Dengan penanganan yang cepat dan tepat, SJS dapat kembali normal.

Catatan : 20 Maret 2009 anak Y umur 10 tahun bertempat tinggal di kota Bogor, mengeluh sakit mata dan diberi obat tetes mata serta racikan puyer oleh klinik 24 jam.

Hidajat Nerviadi Iksan,Spesialis Mata di RS Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor

Sabtu, 06 Desember 2008

RETINOBLASTOMA, tumor ganas pada mata anak



Waspadai bila mata anak anda berwarna putih pada daerah tengah mata (pupil), karena gejala tersebut bisa jadi gejala awal dari timbulnya Retinoblastoma.

Retinoblastoma adalah tumor ganas retina atau saraf mata yang paling sering terjadi pada masa anak-anak, dan terbanyak mengakibatkan kebutaan sampai dengan kematian. Penyakit ini menyerang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, namun pada beberapa kasus dapat dijumpai hingga usia 7 tahun.

Penyakit ini sebagian disebabkan oleh keturunan atau faktor genetik atau virus. Faktor yang lainnya adalah akibat terjadinya mutasi pada salah satu kromosom atau pembawa sifat yang berakibat berubahnya perangai dan pertumbuhan jaringan retina tubuh kita menjadi tidak terkendali dan membesar, menyebar serta merusak jaringan tubuh lain disekitarnya.

Gejala dan stadium tumor.

Beberapa gejala sering ditemukan pada anak-anak antara lain adanya bercak berwarna putih pada daerah tengah mata (pupil) yang berkilau seperti mata kucing bila dikenai cahaya, bola mata masih normal tetapi mata terlihat juling, fase ini disebut juga stadium 1 ( intra ocular )

Gejala lain adalah mata merah mata berulang dan penglihatan yang menurun dibandingkan mata yang lain disertai rasa nyeri pada mata, fase ini disebut stadium2 ( glaucomatous )

Bila telah terjadi penonjolan bola mata atau disertai pembesaran kelenjar didaerah leher disebut juga stadium 3 ( extra ocular ).



Penyakit ini biasanya hanya menyerang pada satu mata saja, tapi ada juga yang menyerang kedua mata secara bersamaan. Keadaan ini mengerikan, karena prognosa atau angka kesembuhannya sangat kecil, kalaupun sembuh biasanya akan menimbulkan kecacatan atau kebutaan permanen pada mata yang terkena.

Pada stadium yang berat dimana tumor sudah sangat membesar, tumor ini dapat menyebabkan kematian dibawah umur 7 tahun.

Penyebaran Retinoblastoma

Pada awalnya ia tumbuh dari retina atau saraf mata dan membesar di dalam bola mata sampai penuh. Selanjutnya menyebar keluar mata secara mekanik maupun diikuti kelenjar getah bening ke rongga mata dengan menunjukkan gejala pembesaran dan penonjolan. Bila tidak dilakukan tindakan secepatnya ia akan menyebar kedalam rongga otak melalui saraf mata dan merusak rongga otak, atau menyebar melalui kelenjar getah bening ke paru-paru, sumsum tulang belakang, otak dan organ-organ lain.

Penanganan Retinoblastoma

Pada fase awal dimana masih hanya terlihat bercak putih pada pupil, biasanya dokter akan menganjurkan mata tersebut dibuang untuk mencegah penyebaran tumor kearah organ lain. Namun anjuran ini pada umumnya ditolak oleh keluarga penderita karena mereka melihat bola mata masih normal.

Bila penyakit ini telah menyebar hingga rongga otak atau ke jaringan tubuh lainnya, maka tindakan yang dilakukan adalah pengobatan paliatif atau pengobatan yang bersifat hanya mengurangi keluhan, tanpa bisa menyembuhkan.

Bila dibiarkan tumor ini akan sangat mengerikan, karena membesar, membusuk, sering mengeluarkan cairan sampai darah dan menimbulkan nyeri hebat pada penderitanya sehingga penderita sangat tersiksa akibat kondisi ini. Pada fase ini dokter akan membicarakan panjang lebar teantang kondisi dan alternatif penanganan pada keluarga, tentunya keluargalah yang paling berkompeten menentukan pengobatan penderita.

Ini adalah seorang anak berumur 5 tahun berasal dari Jambi, pertama datang ke poliklinik mata pada bulan Januari 1996 dengan keluhan matanya bersinar seperti mata kucing, disarankan untuk pengangkatan bola mata namun keluarga menolak.



Enam bulan kemudian datang dengan tumor yang sangat besar dan berdarah, diputuskan untuk melakukan pengangkatan rongga orbita diikuti dengan radioterapi di Palembang. Namun penderita ini hanya dapat bertahan hidup 6 bulan karena tumor ternyata telah menyebar ke organ-organ tubuh lainnya.


Pengangkatan bola mata akan mengakibatkan rongga orbita menjadi kempes, sehingga setelah operasi dan terapi sinar, dilanjutkan dengan pemasangan protesa atau mata palsu pada penderita, bentuknya seperti lempengan dengan gambar bola mata, sebagai pengganti volume dan setiap 6 bulan akan diganti dengan protesa yang lebih besar, karena si anak tentunya akan membesar juga.

Pengangkatan rongga mata dilakukan bila tumor sudah membesar dan keluar dari rongga mata, yaitu dengan mengeluarkan seluruh isi rongga mata dan dikerok sampai kedinding tulang.

Setelah operasi kemungkinan untuk tumbuh kembali sekitar 30-50%, karena sel tumor ini sangat kecil sulit terlihat dengan mata telanjang demikian juga penyebarannya sulit dideteksi , ini menyulitkan operator saat melakukan pengangkatan menentukan seberapa luas yang harus dibuang.


Tumor ini memang ada yang dapat sembuh terutama kalau ditemukan saat masih dini, ukuran kurang dari 0,3 cm tidak perlu dilakukan pembuangan bola mata, cukup dengan sinar laser disekitar tumor dan cryo atau membekukan tumor.

Hal diatas hanya terjadi di luar negeri, dimana keluarga penderita sudah sangat waspada dan memahami mengenai adanya kelainan pada mata yang ditunjang dengan adanya peralatan deteksi dini dan terapi yang sangat canggih.



Kesembuhan pada keadaan diatas dapat mencapai 100%, namun pada umumnya penderita datang dalam keadaan terlambat dimana tumor sudah membesar sehingga angka kesembuhannya hanya 0 – 50% saja dan pada stadium ini kemungkinan hidup sangat sulit dipertahankan.


Berdasarkan pengalaman pribadi, penderita tumor ini pada umumnya berasal dari keluarga yang tidak mampu dan dikaruniai wajah yang lucu. Hal ini sangat mengenaskan bagi yang mengerti masa depan penderita dengan tumor seperti ini, karena mereka pada umumnya tidak dapat bertahan hidup dalam jangka 1 tahun.


Hidajat N Iksan, SpM

RS BOGOR MEDICAL CENTER dan RS KARYA BHAKTI BOGOR