Senin, 25 Mei 2009

KESELAMATAN dan KESEHATAN KERJA


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada sehingga masih saja terjadi kecelakaan kerja.

Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi.

Berdasarkan Data yang diambil dari Depnakertrans, pada tahun 2008 terjadi 95 ribu kecelakaan kerja, pada tahun 2007 menurun menjadi 55 ribu dan di tahun 2009 ini diupayakan penurunan sebesar 50%.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

  1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :
    • Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
    • Lingkungan kerja
    • Proses kerja
    • Sifat pekerjaan
    • Cara kerja
  2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena :
    • Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
    • Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
    • Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
    • Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Namun masih ada juga perusahaan/tempat kerja yang tidak menyediakan alat keselamatan kerja yang memadai.

Beberapa kasus kecelakaan kerja yang mengenai mata dan sering di jumpai antara lain : benda asing pada kornea baik berupa serpihan besi akibat pekerjaan las, luka robek pada kelopak mata atau kornea akibat lentingan logam, keramik atau kaca, luka bakar pada kelopak atau kornea akibat ledakan zat kimia.

Gram besi menempel pada kornea :

kasus ini banyak terjadi di perusahan/bengkel yang menggunakan las.


Luka bakar kornea :

pada umumnya terjadi di laboratorium akibat ledakan bahan kimia asam atau basa.



Luka robek kelopak mata/bola mata :

Pada umumnya terjadi di pabrik/bengkel yang menggunakan alat pemotong dari besi atau kaca yang terlepas atau pecah.



Dari beberapa kasus kecelakaan kerja, yang paling sering adalah terkena pentalan gram besi sewaktu mengelas .

Pada umumnya pasien mengatakan malas memakai kacamata pelindung karena hanya sebentar atau sudah memakai kacamata tetapi terkena serpihan dari teman yang juga mengelas di sebelahnya. Oleh karena itu disarankan pada para pekerja di bengkel/perusahan las, tidak cukup hanya mengenakan kacamata hitam namun juga safety glass yang berwarna hitam karena dapat menghindari pentalan gram besi dari teman kerja yang berdekatan.

Hidajat Nerviadi Iksan, RS Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor.