Rabu, 12 Desember 2007

TAK ADA TAWAR MENAWAR, TETAP PAKAI HELM !

Itulah cuplikan bunyi kalimat dalam satu iklan layanan masyarakat di radio swasta. Memang demikianlah seharusnya para pengendara dan penumpang sepeda motor bersikap, namun masih banyak diantaranya yang meremehkan pemakaian helm sebagai pelindung kepala.


Pengendara sepeda motor tanpa helm atau menggunakan helm yang tidak memenuhi standar mempunyai peluang cedera 3 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memakai helm yang memenuhi persyaratan.
Penelitian yang dilakukan oleh Polri tahun 2004 menunjukkan bahwa 8 dari 10 kecelakaan lalu lintas melibatkan sepeda motor dan 1 dari 3 pengendara sepeda motor
yang terluka mengalami cedera kepala berupa gegar otak atau luka-luka di kepala.


Demi keselamatan pengendara dan penumpang, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ( UULAJ ) no 14 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah ( PP ) no 4 tahun 1993 mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm.
Pelanggaran terhadap ketentuan diatas akan dikenakan pidana kurungan 1 ( satu ) bulan atau denda Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah )
.


Demi menghindari Polisi, para pengendara dan penumpang sepeda motor memang memakai helm, namun masih banyak juga yang memakai helm seenaknya atau asal nempel dan tidak memenuhi persyaratan keamanan.


Beberapa macam helm jenis diatas dan masih sering dijumpai antara lain : berupa topi plastik, topi proyek, helm pengendara sepeda balap/gunung, helm pilot pesawat Perang Dunia II/helm batok, helm ABRI/topi baja.
Helm/pelindung kepala jenis tersebut dilaran
g dipakai untuk mengendarai atau menumpang sepeda motor karena masing-masing helm mempunyai kegunaan tersendiri.


Demi uang, masih banyak pengendara motor dan penumpang yang mengabaikan keamanan. Helm plastik tidak dapat melindungi kepala namun harganya murah dan dapat menghindari Polisi.
Demi mode,
pengendara motor gede ( mog
e ) masih ada yang menggunakan helm yang tidak memenuhi syarat keamanan.
Mereka
pada umumnya menggunakan helm jenis batok agar masih terlihat wajahnya, padahal mereka pasti dapat membeli helm yang mahal dan memenuhi syarat keamanan.


Helm harus memenuhi persyaratan antara lain : melindungi atau menutupi seluruh kepala ( full face ) atau sekurangnya ¾ dari kepala, hanya terbuka di bagian muka atau rahang ( open face ).
Helm yang dianjurkan adalah yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia ( SNI ), ditandai dengan pencantuman logo SNI pada helm.


Helm yang baik harus terdiri dari 3 bagian yaitu :



  1. Lapisan luar, harus cukup keras, dirancang untuk dapat pecah jika mengalami benturan agar dapat mengurangi dampak tekanan sebelum sampai ke kepala, dibuat dari bahan polycarbonate.

  2. Lapisan dalam yang tebal, dibuat dari polystyrene/styroform, berguna untuk pelapis/bantalan goncangan sewaktu helm terbentur benda keras.

  3. Lapisan dalam yang lunak, dibuat dari bahan lunak/kain untuk menempatkan kepala secara tepat pada rongga helm.

  4. Tali pengikat dagu, harus dapat diatur, dikunci dan cukup kuat untuk menahan helm agar tetap pada posisi melindungi kepala bila terjadi benturan.

Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan datang tanpa pernah memberi tahu sehingga kita harus selalu melindungi diri terhadap kemungkinan datangnya kecelakaan yang menimpa suatu ketika.
Harga sebuah helm yang memenuhi standar keamanan mungkin menjadi salah satu masalah. Tetapi hal itu tentunya tidak sebanding dengan harga jiwa dan keselamatan yang kita miliki.


Ingat, sekeras-kerasnya kepala seseorang, masih lebih keras aspal jalan raya. Jadi, dari pada terjadi hal yang tidak diinginkan, lebih baik tinggalkan “ ke-keras kepala-an “ anda dan mulailah menyayangi kepala yang hanya satu-satunya ini.


Dibawah ini adalah seorang anak laki-laki umur 17 thn yang mengalami kecelakaan sepeda motor hanya beberapa ratus meter dari rumahnya karena meremehkan pemakaian helm.