Minggu, 14 Desember 2008

STEVEN - JOHNSON SYNDROME



Stevens-Johnson Syndrome ( SJS ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kumpulan gejala berupa kelainan pada kulit, mukosa ( selaput lendir ) disertai gejala konstitusi.
Penyakit ini pada tahun 1922 dilaporkan oleh Stevens dan Johnson dan selanjutnya dikenal dengan Stevens-Johnson Syndrome.

Penyaki
t ini lebih sering dijumpai pada anak-anak atau dewasa muda dan penderita lak-laki lebih banyak dari wanita.
Peny
akit ini merupakan salah satu penyakit gawat darurat, sehingga perlu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian.

Penyebab.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Salah satu penyebabnya adalah alergi obat, diantaranya adalah beberapa jenis antibiotika, antipiretik ( penurun demam ), analgetik ( penahan sakit ), obat anti kejang untuk penyakit ayan dan jamu-jamuan ( obat tradisional ).
Selain it
u dapat juga disebabkan oleh infeksi (yang disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur atau parasit), keganasan, radiasi sinar X, hawa dingin/panas, kehamilan dan makanan.

Obat yang paling sering menyebabkan SJS ini antara lain : tetrasiklin, streptomisin, penisilin, parasetamol, metampiron dan tegretol.

Gejala dan kelainan klinis.
Gejala bervariasi ringan sampai berat. Fase akut dapat disertai gejala konstitusi awal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok, pada yang berat penderita dapat mengalami koma
Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan paling mudah terlihat , dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan kulit terdiri atas eritema ( kemerahan pada kulit ), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula (seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura ( bintik-bintik merah pada kulit ). Pada bentuk yang berat kelainan tersebut dapat terjadi di seluruh tubuh.


2. Kelainan selaput lendir di orifisium/lubang Yang tersering adalah di selaput lendir mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%), jarang timbul di lubang hidung dan anus. Vesikel dan bula yang pecah akan menjadi semacam kerak ( krusta ) pada kulit yang berwarna kehitaman terutama didaerah bibir.

Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas yang dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas.

3. Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis (radang konjungtiva) yang dapat timbul sebelum atau sesudah timbulnya kelainan pada kulit. Dapat terjadi perlekatan antara selaput lendir mata dengan kelopak mata ( simblefaron ) yang akan mengganggu penglihatan, pergerakan kelopak mata dan pergerakan bola mata.
Kelainan pada mata ini dapat menjalar ke kornea mata sehingga dapat menimbulkan kekeruhan bahkan sampai dapat menimbulkan pecahnya kornea sehingga timbul kebutaan.


Komplikasi
Tidak jarang terjadi komplikasi berupa kelainan pada paru-paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok.

Penatalaksanaan
Pemberian obat yang mengandung kortikosteroid merupakan ' life saving '. Selain itu diberikan juga antibiotika yang jarang menimbulkan alergi untuk mencegah infeksi sekunder, diet makanan tertentu dan pemberian zat-zat dan cairan untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh yang hilang, mengusahakan kelancaran pernafasan , menjaga higiene kulit dan mukosa serta transfusi darah pada kasus yang berat dimana lebih dari 2/3 badan terkena.
Khusus untuk mata, selain antibiotika salep mata juga diperlukan tetes mata yang berisi air mata buatan agar tidak terjadi perlekatan antara selaput lendir dengan kelopak mata.
Bila perlu dapat dipasang soft contact lens dan pada kasus yang berat, bila sudah sembuh dapat dilakukan cangkok selaput lendir mata dari selaput lendir mulut untuk mengatasi perlekatan yang timbul.

Karena SJS ini adalah suatu penyakit yang gawat , maka diperlukan kerjasama penatalaksanaan antara Spesialis Anak, Spesialis Mata, Spesialis Kulit dan Spesialis Penyakit Dalam untuk mencegah terjadinya kematian.
Dengan penanganan yang cepat dan tepat, SJS dapat kembali normal.

Catatan : 20 Maret 2009 anak Y umur 10 tahun bertempat tinggal di kota Bogor, mengeluh sakit mata dan diberi obat tetes mata serta racikan puyer oleh klinik 24 jam.

Hidajat Nerviadi Iksan,Spesialis Mata di RS Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor

Sabtu, 06 Desember 2008

RETINOBLASTOMA, tumor ganas pada mata anak



Waspadai bila mata anak anda berwarna putih pada daerah tengah mata (pupil), karena gejala tersebut bisa jadi gejala awal dari timbulnya Retinoblastoma.

Retinoblastoma adalah tumor ganas retina atau saraf mata yang paling sering terjadi pada masa anak-anak, dan terbanyak mengakibatkan kebutaan sampai dengan kematian. Penyakit ini menyerang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, namun pada beberapa kasus dapat dijumpai hingga usia 7 tahun.

Penyakit ini sebagian disebabkan oleh keturunan atau faktor genetik atau virus. Faktor yang lainnya adalah akibat terjadinya mutasi pada salah satu kromosom atau pembawa sifat yang berakibat berubahnya perangai dan pertumbuhan jaringan retina tubuh kita menjadi tidak terkendali dan membesar, menyebar serta merusak jaringan tubuh lain disekitarnya.

Gejala dan stadium tumor.

Beberapa gejala sering ditemukan pada anak-anak antara lain adanya bercak berwarna putih pada daerah tengah mata (pupil) yang berkilau seperti mata kucing bila dikenai cahaya, bola mata masih normal tetapi mata terlihat juling, fase ini disebut juga stadium 1 ( intra ocular )

Gejala lain adalah mata merah mata berulang dan penglihatan yang menurun dibandingkan mata yang lain disertai rasa nyeri pada mata, fase ini disebut stadium2 ( glaucomatous )

Bila telah terjadi penonjolan bola mata atau disertai pembesaran kelenjar didaerah leher disebut juga stadium 3 ( extra ocular ).



Penyakit ini biasanya hanya menyerang pada satu mata saja, tapi ada juga yang menyerang kedua mata secara bersamaan. Keadaan ini mengerikan, karena prognosa atau angka kesembuhannya sangat kecil, kalaupun sembuh biasanya akan menimbulkan kecacatan atau kebutaan permanen pada mata yang terkena.

Pada stadium yang berat dimana tumor sudah sangat membesar, tumor ini dapat menyebabkan kematian dibawah umur 7 tahun.

Penyebaran Retinoblastoma

Pada awalnya ia tumbuh dari retina atau saraf mata dan membesar di dalam bola mata sampai penuh. Selanjutnya menyebar keluar mata secara mekanik maupun diikuti kelenjar getah bening ke rongga mata dengan menunjukkan gejala pembesaran dan penonjolan. Bila tidak dilakukan tindakan secepatnya ia akan menyebar kedalam rongga otak melalui saraf mata dan merusak rongga otak, atau menyebar melalui kelenjar getah bening ke paru-paru, sumsum tulang belakang, otak dan organ-organ lain.

Penanganan Retinoblastoma

Pada fase awal dimana masih hanya terlihat bercak putih pada pupil, biasanya dokter akan menganjurkan mata tersebut dibuang untuk mencegah penyebaran tumor kearah organ lain. Namun anjuran ini pada umumnya ditolak oleh keluarga penderita karena mereka melihat bola mata masih normal.

Bila penyakit ini telah menyebar hingga rongga otak atau ke jaringan tubuh lainnya, maka tindakan yang dilakukan adalah pengobatan paliatif atau pengobatan yang bersifat hanya mengurangi keluhan, tanpa bisa menyembuhkan.

Bila dibiarkan tumor ini akan sangat mengerikan, karena membesar, membusuk, sering mengeluarkan cairan sampai darah dan menimbulkan nyeri hebat pada penderitanya sehingga penderita sangat tersiksa akibat kondisi ini. Pada fase ini dokter akan membicarakan panjang lebar teantang kondisi dan alternatif penanganan pada keluarga, tentunya keluargalah yang paling berkompeten menentukan pengobatan penderita.

Ini adalah seorang anak berumur 5 tahun berasal dari Jambi, pertama datang ke poliklinik mata pada bulan Januari 1996 dengan keluhan matanya bersinar seperti mata kucing, disarankan untuk pengangkatan bola mata namun keluarga menolak.



Enam bulan kemudian datang dengan tumor yang sangat besar dan berdarah, diputuskan untuk melakukan pengangkatan rongga orbita diikuti dengan radioterapi di Palembang. Namun penderita ini hanya dapat bertahan hidup 6 bulan karena tumor ternyata telah menyebar ke organ-organ tubuh lainnya.


Pengangkatan bola mata akan mengakibatkan rongga orbita menjadi kempes, sehingga setelah operasi dan terapi sinar, dilanjutkan dengan pemasangan protesa atau mata palsu pada penderita, bentuknya seperti lempengan dengan gambar bola mata, sebagai pengganti volume dan setiap 6 bulan akan diganti dengan protesa yang lebih besar, karena si anak tentunya akan membesar juga.

Pengangkatan rongga mata dilakukan bila tumor sudah membesar dan keluar dari rongga mata, yaitu dengan mengeluarkan seluruh isi rongga mata dan dikerok sampai kedinding tulang.

Setelah operasi kemungkinan untuk tumbuh kembali sekitar 30-50%, karena sel tumor ini sangat kecil sulit terlihat dengan mata telanjang demikian juga penyebarannya sulit dideteksi , ini menyulitkan operator saat melakukan pengangkatan menentukan seberapa luas yang harus dibuang.


Tumor ini memang ada yang dapat sembuh terutama kalau ditemukan saat masih dini, ukuran kurang dari 0,3 cm tidak perlu dilakukan pembuangan bola mata, cukup dengan sinar laser disekitar tumor dan cryo atau membekukan tumor.

Hal diatas hanya terjadi di luar negeri, dimana keluarga penderita sudah sangat waspada dan memahami mengenai adanya kelainan pada mata yang ditunjang dengan adanya peralatan deteksi dini dan terapi yang sangat canggih.



Kesembuhan pada keadaan diatas dapat mencapai 100%, namun pada umumnya penderita datang dalam keadaan terlambat dimana tumor sudah membesar sehingga angka kesembuhannya hanya 0 – 50% saja dan pada stadium ini kemungkinan hidup sangat sulit dipertahankan.


Berdasarkan pengalaman pribadi, penderita tumor ini pada umumnya berasal dari keluarga yang tidak mampu dan dikaruniai wajah yang lucu. Hal ini sangat mengenaskan bagi yang mengerti masa depan penderita dengan tumor seperti ini, karena mereka pada umumnya tidak dapat bertahan hidup dalam jangka 1 tahun.


Hidajat N Iksan, SpM

RS BOGOR MEDICAL CENTER dan RS KARYA BHAKTI BOGOR


Selasa, 15 Juli 2008

IRIDOSIKLITIS, dari gigi naik ke mata

Beberapa pasien mengatakan bahwa setelah giginya dicabut, matanya menjadi rabun. Pernyataan ini tidak sepenuhnya salah, karena ada penyakit mata yang berhubungan dengan kelainan pada gigi, yaitu Iridosiklitis.



Iridosiklitis adalah suatu peradangan pada iris/selaput pelangi mata yang terdiri dari banyak pigmen atau zat warna sehingga apabila terjadi peradangan maka pigmen-pigmen tersebut akan beterbangan bercampur dengan sel-sel radang dan menimbukan bintik-bintik hitam yang dirasakan oleh pasien.
Penyebab.
Penyebab penyakit ini adalah proses imunologi dimana mata sangat sensitif terhadap kuman yang ada di organ sekitar mata terutama gigi. Gigi yang berlubang atau hanya tinggal sisa akar merupakan tempat yang nyaman bagi berlindungnya berbagai macam kuman-kuman.



Gejala.
Penyakit ini awalnya ditandai dengan mata merah namun tanpa kotoran, disertai nyeri dan penglihatan agak terganggu karena ada bintik-bintik hitam yang beterbangan.
Pada orang awam, penyakit ini biasanya dianggap penyakit mata biasa dan diobati dengan obat-obat yang djual bebas.
Pada stadium berikutnya bintik hitam akan semakin banyak dan mata akan semakin rabun, barulah pasien akan datang berobat ke spesialis mata.

Pemeriksaan.
Pada pemeriksaan akan tampak pupil atau orang-orangan mata yang tidak lagi berbentuk bulat, bentuknya akan menjadi tidak beraturan karena terjadi perlekatan iris dengan jaringan dibawahnya atau lensa.


Pada umumnya juga ditemukan adanya lapisan tipis di depan pupil yang akan menghalangi penglihatan atau endapan nanah di bola mata bagian depan.
Pada stadium lanjut, peradangan iris di bagian depan bola mata dapat menjalar ke bagian belakang yaitu badan kaca yang akan memperberat penyakitnya dan dapat menimbulkan kebutaan.

Pengobatan.
Penyakit ini dengan pengobatan yang cepat dan tepat akan sembuh sempurna, namun sayangnya penyakit ini pada umumnya akan kambuh kembali terutama apabila sumber kumannya yaitu gigi tidak ditangani dengan baik.
Kekambuhan yang sering akan menyebabkan mata menjadi cacat menetap disertai penglihatan yang rabun bahkan sampai timbul kebutaan.

Pencegahan.
Jangan abaikan penyakit mata merah dan memeriksakan gigi bila berlubang atau hanya tinggal sisa akar baik terasa sakit atau tidak. Dokter gigi akan memutuskan apa yang terbaik bagi gigi tersebut, apakah hanya perlu ditambal, dirawat atau dicabut.


Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor.


Jumat, 11 Juli 2008

RECURRENT CORNEAL EROSION

Recurrent Corneal Erosion ( RCE ) atau erosi kornea berulang adalah suatu kondisi pada mata yang ditandai dengan adanya gangguan pada lapisan kornea paling luar ( epitel ) berupa berkurangnya daya rekat epitel terhadap jaringan dibawahnya sehingga sering terkelupas.


Frekwensi.
RCE lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang dimana pada umumnya terjadi kekurangan gizi sehingga kesehatan kornea menjadi menurun, juga banyak ditemukan pada penderita dengan kelainan kulit dan penyakit-penyakit yang berhubungan antara lain kencing manis dan kelainan kornea akibat faktor keturunan.
RCE pada umumnya terjadi pada kedua mata ,lebih banyak diderita oleh wanita dan timbul pada usia dewasa sekitar umur 40 tahun walaupun ada juga yang timbul pada usia anak-anak atau dewasa muda.


Gejala.
Terutama adalah rasa sakit ringan sampai hebat dapat diikuti dengan gangguan penglihatan terutama bila kerusakan lapisan epitel kornea terletak didaerah sentral dan adanya rasa mengganjal seperti ada pasir.
Adanya rasa sakit yang hebat pada pagi hari saat bangun tidur adalah akibat pergerakan kelopak saat membuka mata dan ini merupakan tanda bahwa telah/masih terjadi kerusakan lapisan epitel kornea.


Pemeriksaan Mata.
Keluhan adanya nyeri didaerah kornea mata pada pagi hari merupakan tanda yang penting akan adanya RCE karena kadang-kadang pada pemeriksaan mata tidak ditemukan adanya kelainan.
Pada stadium lanjut tampak adanya kerusakan atau lepasnya lapisan epitel kornea yang bertambah luas diikuti dengan nyeri yang dapat berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.

Penyebab.
RCE ini dapat timbul karena trauma pada kornea atau secara spontan.
Trauma pada k
ornea dapat berupa debu, serpihan besi, lensa kontak, kuku jari, sisir rambut, ranting tanaman, operasi mata, infeksi virus, bahan pengawet pada tetes mata dan cairan kimia.
Trauma diatas menyebabkan perlekatan antara lapisan epitel kornea dibawahnya menjadi tidak sempurna lagi dan dapat menimbulkan terjadinya RCE.
Pada kasus ringan trauma ini dapat sembuh sempurna dalam 24 sampai 48 jam, namun pada kasus yang berat dimana bukan hanya lapisan epitel yang terkena, penyembuhan memakan waktu yang lebih lama dan ,menimbulkan bekas/cacat pada kornea.
RCE yang terjadi secara spontan pada umumnya berhubungan dengan penyakit kencing manis yang merusak struktur jaringan dibawah lapisan epitel kornea sehingga lapisan epitel tidak dapat melekat dengan sempurna. Juga dapat berhubu
ngan dengan kelainan kornea akibat faktor keturunan ,pernah mengalami trauma atau infeksi kornea sebelumnya.

Pengobatan.
Pengobatan pada RCE ditujukan untuk membuat atau memperbaiki regenerasi sel-sel epitel kornea sehingga dapat melekat kembali dengan lapisan dibawahnya.
Pada kasus ringan, kerusakan ini dapat sembuh sendiri dalam beberapa jam, namun pada umumnya tetap diperlukan pengobatan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi keluha
n.
Kecepatan penyembuhan pada RCE umumnya lebih lambat dibandingkan dengan kerusakan lapisan epitel kornea karena penyevab lainnya.
Pada kasus ringan dapat diberikan pengobatan dengan tetes air mata buatan beberapa kali sehari dan salep antibiotika serta bebat/perban mata selama 1-2 hari.
Penelitian menyarankan bebat mata tidak lebih dari 2 hari karena dapat menghambat penyembuhan luka dan pemberian salep mata dapat diberikan sampai beberapa bulan terutama sebelum tidur untuk mengurangi keluhan.
Pada kasus berat atau terjadi beberapa kerusakan lapisan epitel kornea, selain pemberian o
bat juga memberikan respon yang baik terhadap pemberian bandage soft contact lens.
Dapat dilakukan dengan menggunakan lensa kontak biasa, tetapi tidak boleh lebih dari 8 – 26 minggu. Penggunaan lensa kontak ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan infeksi kornea dan hanya dilakukan bila pengobatan biasa tidak menunjukkan perbaikan.
Pada kasus berat juga dapat dilakukan pengelupasan lapisan epitel kornea yang terlepas dengan menggunakan alkohol 20% diikuti dengan pemasangan lensa kontak.

Pembedahan.
Pada kasus berat dapat dilakukan pengelupasan lapisan epitel kornea dan lapisan dibawahnya baik dengan pisau maupun sinar laser namun dibutuhkan biaya yang cukup besar.

Pencegahan.
Penderita RCE disarankan untuk selalu memakai kacamata pelindung, jangan menggosok mata, jangan menyiram muka dengan mata terbuka, menghindari asap, minum banyak, menghindari tidur terlalu malam, mengatur suhu kamar yang berpendingin udara agar tidak terlalu dingin dan langsung mengenai muka, menghindari penyakit akibat virus seperti flu, menghindari diare karena dapat menyebabkan mata menjadi kering.
Penderita juga disarankan menggunakan salep yang berisi air mata buatan sebelum tidur dan belajar membuka mata sewaktu bangun tidur.

Komplikasi
Secara umum penyakit ini dapat sembuh sempurna dengan penanganan yang baik, namun apabila ada penyakit-penyakit atau kelainan yang mendasarinya maka dapat terjadi cacat pada kornea, infeksi pada kornea dan penurunan tajam penglihatan yang menetap.



Kapan penderita harus berobat ?
Apabila tetap merasa sakit dalam waktu 24 jam bahkan rasa sakit bertambah hebat , terdapat penurunan tajam penglihatan dan terlihat adanya kotoran kental pada mata.
Para dokter harus memahami bahwa yang sangat membuat frustasi penderita adalah karena penyakit ini sangat sulit diduga kekambuhannya dan ini dapat membuat kehidupan penderita menjadi tidak stabil.

NB : Terimakasih kepada penderita ny. SD yang telah memberikan referensi dan mengilhami
tulisan ini.


Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor



Jumat, 06 Juni 2008

SINDROMA MARFAN

Sindroma marfan ( Marfan Syndrome ) adalah suatu penyakit yang diakibatkan kelainan genetika dan melibatkan beberapa organ tubuh antara lain mata, jantung, tulang dan persendian serta paru-paru.




Penyakit ini diduga sudah dikenal sejak jaman Mesir kuno, terlihat dari adanya beberapa pahatan batu pada dinding piramid yang menggambarkan orang yang menderita Sindroma Marfan.
Penyakit ini diderita baik pada laki-laki maupun wanita dan dapat ditemukan pada masa bayi, anak-anak maupun dewasa, frekwensi di Amerika Serikat sekitar 1 : 5000.


Dr Antoine Marfan pada tahun 1896 menemukan seorang anak berusia 5 tahun dengan kelainan berupa tungkai dan jari jemari yang panjang serta kelainan tulang lainnya, sejak saat itu kelainan ini disebut dengan Sindroma Marfan.



Pada perkembangan berikutnya ternyata kelainan yang ditemukan tidak hanya pada tulang namun juga pada :
Kepala yaitu wajah yang memanjang dan gigi yang tidak beraturan.
Jantung dan pembuluh darah, dimana terjadi pemanjangan aorta ( pembuluh darah terbesar pada tubuh ) yang berada di jantung. Pada Sindroma Marfan tipe berat, dapat terjadi kebocoran pembuluh darah yang dapat memasuki rongga dada dan perut sehingga menimbulkan kematian mendadak.



Katup jantung, yang dapat mengakibatkan gangguan irama jantung dan gangguan aliran darah dalam tubuh.
Paru-paru, dimana dapat terjadi pengempisan ( collapse ) yang mendadak ( pneumothorax spontan ) sehingga menimbulkan sesak napas.



Mata, terjadi pelepasan sebagian otot penggantung lensa mata ( subluxatio lentis ) pada satu atau kedua mata. Juga dapat timbul Katarak, Glaukoma, Minus yang tinggi dan lepasnya retina ( Ablatio Retina ) yang dapat menimbulkan kebutaan mendadak.



Antisipasi kelainan mata pada penderita Sindroma Marfan.
Kelainan mata berupa minus tinggi dapat diatasi dengan pemberian kacamata yang cukup tebal.
Adanya Katarak dan Glaukoma dapat diatasi dengan operasi sedini mungkin untuk mencegah gangguan penglihatan.
Sedangkan untuk mencegah lepasnya Retina dapat dilakukan penyinaran dengan laser pada daerah tepi retina.
Pasien Sindroma Marfan sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin ke spesialis mata 1 tahun sekali untuk mencegah timbulnya komplikasi.
Berikut ini adalah sebuah kasus yang ditemukan pada saat pemeriksaan mata anak-anak tidak mampu di Sekolah Dasar di 5 wilayah Kota Bogor pada bulan Juni 2008.

Ditemukan seorang anak laki-laki berumur 10 tahun kelas 3 Sekolah Dasar. Tungkai atas dan bawah panjang, persendian membesar dan muka memanjang. Bila olah raga sering merasa sesak dan wajah menjadi kebiruan.





Pada pemerikaan mata ditemukan penglihatan yang buruk sehingga harus memakai kacamata setebal minus 20 dioptri, lensa mata terlepas sebagian namun retina masih normal.
Pasien ini sedang diperiksa oleh bagian lain untuk mencari kelainan di organ tubuh yang lain ( paru-paru dan jantung ).



Umur harapan hidup seseorang dengan Sindroma Marfan ini cukup panjang, dapat mencapai 70 tahun dan tidak mempengaruhi intelegensia.
Hal ini terbukti pada Abraham Lincoln yang pernah menjadi presiden Amerika Serikat pada usia tua dan ternyata adalah penderita Sindroma Marfan.

Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center dan RS Karya Bhakti Bogor

Kamis, 15 Mei 2008

LASIK, tindakan canggih untuk mata minus

OCULUS REPARO…! Itulah mantra yang diucapkan oleh Hermione dan seketika penglihatan Harry Potter menjadi jelas tanpa kacamatanya.


Penglihatan yang normal merupakan dambaan semua orang, namun pada kenyataannya banyak orang yang mengalami gangguan penglihatan dan harus dibantu dengan kacamata untuk dapat melihat dengan jelas.


Pada umumnya gangguan yang timbul adalah rabun jauh yang harus dikoreksi dengan kacamata minus. Semakin berat gangguan penglihatan, maka kacamatapun akan semakin tebal dan ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengganggu aktifitas sehari-hari karena beratnya.
Untuk para selebritis yang selalu harus tampil didepan umum, kacamata minus ini dapat mengganggu penampilan sehingga mereka memakai lensa kontak sebagai penggantinya.

Dengan teknologi canggih, kini orang yang memakai kacamata minus tebal bisa terbebas dari kacamata dan lensa kontak yaitu dengan LASIK.
LASIK ( Laser ASsisted In-situ Keratomielusis ), adalah suatu tindakan untuk merubah bentuk kelengkungan kornea dengan sinar Laser sehingga bisa mengoreksi rabun jauh.

LASIK generasi pertama diperkenalkan 10 tahun yang lalu dan dilakukan dengan cara membuka lapisan kornea paling luar dengan pisau yang sangat halus, kemudian dilakukan penyinaran dengan Laser pada sebagian lapisan kornea kornea dibawahnya.
Setelah prosedur selesai, lapisan kornea paling luar dikembalikan pada posisi semula. Karena ada bagian kornea yang “ dikupas “ maka pada prosedur ini dapat timbul komplikasi akibat pengupasan lapisan kornea yang kurang tepat, penempatan kembali lapisan kornea tidak pada
tempatnya atau lapisan tersebut bergeser karena tergosok oleh pasien.



Saat ini telah ditemukan LASIK yang lebih canggih yaitu iLASIK ( intralase LASIK ). Tindakan ini telah disetujui pada tahun 2007 oleh Badan Nasional Ruang Angkasa Amerika ( NASA ) dan dilakukan pada pilot pesawat tempur Amerika. Pada iLASIK pengupasan lapisan kornea dilakukan dengan bantuan sinar Laser sehingga didapatkan presisi yang sangat tinggi dan memberikan hasil yang lebih akurat.



Tidak semua pemakai kacamata tebal dapat menjalani tindakan ini, penderita dengan kelainan lapisan kornea, glaukoma, mata kering tidak dianjurkan untuk dilakukan tindakan Lasik.
Adapun syarat untuk dapat menjalani tindakan Lasik antara lain, umur diatas 18 tahun, tidak terdapat perubahan ukuran kacamata minimal dalam 6 bulan, tidak sedang hamil, tidak sedang menderita kencing manis yang tidak terkontrol.

Tindakan Lasik pada umumnya dilakukan bersamaan pada kedua mata.
Keluhan yang sering timbul setelah tindakan ini antara lain, mata pedih, berair, seperti ada pasir dan berkabut yang akan hilang secara berangsur-angsur.
Tindakan Lasik ini dilakukan dengan bius lokal/tetes dan hanya memerlukan waktu 15 sampai 30 men
it !


Dalam 1 sampai 6 jam hasilnya akan segera terlihat dan pasien tidak perlu memakai kacamata lagi…OCULUS REPARO !


Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center dan
RS Karya Bhakti Bogor

Rabu, 14 Mei 2008

OPERASI KATARAK, perkembangannya dari masa ke masa

Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang semula jernih/transparan akibat berbagai sebab antara lain : proses degenerasi, kelainan bawaan, penyakit sistemik atau trauma.
Lensa adalah salah satu bagian dari bola mata yang terdiri dari kapsul/kulit dan inti , berfungsi untuk menyalurkan sinar yang masuk dari luar ke dalam bola mata yang selanjutnya akan diolah oleh saraf mata.


Apapun penyebabnya, lensa yang sudah keruh ini harus dibuang dengan cara operasi karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan menimbulkan kebutaan.
Sejak ribuan tahun yang lalu, penyakit katarak ini telah diketahui oleh ahli-ahli kesehatan pada jaman itu, bahkan nama katarak ( cataract dalam bahasa inggris ) adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu kataraktes .
Seorang tabib Yunani bernama Galenus dilaporkan telah melakukan operasi katarak dengan cara mengeluarkan lensa yang telah keruh tersebut. Bahkan ada tabib lain yang melakukannya dengan “ menenggelamkan “ lensa yang keruh kedalam bola mata ( corpus vitreus ) sehingga pasien dapat melihat kembali walaupun dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

METODE.
Dengan perkembangan jaman dan bertambahnya pengetahuan maka didapatkan berbagai metode operasi katarak.
Metode pertama di abad ke 20 adalah Intra Capsular Cataract Extraction, yaitu metode operasi katarak dengan mengeluarkan seluruh bagian lensa ( kapsul dan intinya ).
Metode ini sekarang sudah ditinggalkan karena pasien harus memakai kacamata yang sangat tebal, menimbulkan banyak komplikasi dan hanya dilakukan pada keadaan terjadi katarak karena trauma.

Metode kedua adalah Extra Capsular Cataract Extraction, yaitu metode operasi dengan cara mengeluarkan inti lensa secara utuh dan meninggalkan kapsul bagian belakang. Metode ini dilakukan dengan ditemukannya alat untuk menghisap sisa-sisa lensa yang tertinggal, sehingga dapat dilakukan dengan sayatan kornea yang kecil.
Metode ini sampai sekarang masih banyak dilakukan dengan berbagai modifikasi.


Dengan ditemukannya Lensa Intra Okular ( Intra Ocular Lens ), metode operasi ini menjadikan pemasangan Lensa intra okular menjadi lebih mudah dan cepat.


Metode ketiga adalah Phacoemulsifier ( fakoemulsifikasi ), yaitu metode terbaru dan tercanggih saat ini walaupun sudah dilakukan pada 2 dekade yang lalu namun selalu ditingkatkan kecanggihannya.


Operasi katarak dengan metode ini dilakukan dengan cara menghancurkan inti lensa yang telah keruh dengan cara manual maupun emulsifikasi sehingga lensa menjadi partikel partikel yang sangat halus kemudian dihisap dan dikeluarkan.
Karena kecanggihannya, maka alat-alat yang digunakanpun sangat kecil, sehingga sayatan yang dilakukan pada korneapun juga kecil.
Dengan metode ini pasien menjadi lebih nyaman dan penyembuhan juga lebih cepat, namun masih ada kendala biaya karena operasi dengan metode ini jauh lebih mahal, dan belum semua Rumah Sakit mempunyai alat ini karena mahalnya.
Karena ketidak tahuan atau sudah salah kaprah, maka metode ini sering disebut oleh pasien dengan metode LASER , padahal tidak ada sinar Laser yang digunakan untuk operasi dengan metode ini.
PEMBIUSAN.
Operasi katarak pada umumnya dilakukan dengan pembiusan lokal, kecuali pada bayi, anak-anak atau dewasa yang tidak kooperatif.
Metode pembiusan lokalpun berubah dengan perkembangan jaman.
Dahulu pembiusan pembiusan lokal dilakukan dengan menyuntikan cairan anastesi dibelakang bola mata, kemudian berkembang dengan penyuntikan disekitar bola mata atau dibawah selaput bola mata.
Saat ini telah dilakukan metode pembiusan dengan penetesan cairan bius di kornea mata, namun perlu beberapa kali penetesan karena waktu kerja obat yang singkat.

LAMA OPERASI dan WAKTU PENYEMBUHAN.
Dengan semakin pesatnya perkembangan alat dan teknologi operasi katarak, waktu operasipun bertambah singkat, dahulu operasi katarak dapat memakan waktu 1 jam, saat ini dengan alat-alat yang canggih operasi katarak dapat diselesaikan rata-rata dalam 15 sampai 20 menit saja.
Dahulu setelah operasi katarak, pasien diharuskan rawat di Rumah Sakit, selama 1 bulan tidak boleh banyak bergerak, mata terasa mengganjal selama beberapa bulan karena besarnya benang untuk menjahit kornea.
Saat ini setelah operasi pasien dapat segera pulang, namun aktifitas tetap dibatasi, terutama dilarang kena air dan membungkukkan badan kurang lebih dalam waktu 1 minggu.
Pasien dapat segera beraktifitas dan lebih merasa nyaman karena, luka operasi semakin kecil, benang untuk menjahit luka operasi semakin halus, lebih halus dari rambut sehingga sulit untuk dilihat. Bahkan pada operasi dengan metode operasi terbaru, luka operasi sangat kecil sehingga tidak memerlukan penjahitan.

Perkembangan teknik operasi katarak semakin pesat, namun diikuti pula dengan semakin mahalnya biaya operasi, karena mahalnya peralatan.
Untuk itu metode Extra Capsular Cataract Extraction masih dilakukan sampai saat ini karena tidak memerlukan peralatan yang sangat canggih namun tetap dapat memberikan hasil yang cukup baik dan bagi yang mampu dapat memilih metode Phacoemulsifier.
Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center dan
RS Karya Bhakti Bogor

Senin, 28 April 2008

AGE RELATED MACULAR DEGENERATION




Age Related Macular Degeneration ( AMD ), adalah kelainan pada mata berupa proses degenerasi pada makula lutea ( bagian dari saraf mata yang berfungsi untuk penglihatan sentral ).






Kelainan ini pada umumnya terjadi pada 10% orangtua diatas 60 tahun dan frekwensinya makin bertambah seiring dengan bertambahnya umur.
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 70% penderita dengan kelainan ini akan mengalami kebutaan.



Gejala utama kelainan ini adalah adanya bercak hitam yang menghalangi penglihatan.
Adanya bercak ini menyebabkan penderita melihat ada sesuatu yang menutup/mengganggu obyek yang dilihat, antara lain dapat berupa perubahan bentuk garis menjadi bengkok, atau televisi tidak terlihat gambarnya, atau wajah tidak terlihat mata, hidung dan lain lain atau bahkan wajahnya samasekali tidak terlihat, hanya kepalanya saja.


Penyebab kelainan ini adalah kerusakan pada pusat penglihatan sentral mata di retina akibat adanya kerusakan pada sistim pembuangan sel-sel saraf yang telah mati.






Mengapa tidak semua orang tua menderita kelainan ini ?
Beberapa kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan kelainan ini antara lain : jenis kelamin, dimana wanita lebih banyak terserang daripada laki-laki, adanya penyakit tekanan darah tinggi, hiperkholesterol, obesitas, perokok , kekurangan nutrisi dan adanya riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

Pada jaman dahulu, kaburnya penglihatan ini dianggap penyakit tua karena belum adanya alat dan tindakan yang canggih untuk mengatasinya.
Sekarang kelainan ini dapat dideteksi dengan mudah, namun masih terbatas di kota-kota besar saja karena mahalnya alat.

Bagaimana mengatasinya ?
Pengobatan untuk kelainan ini masih menjadi kendala karena harga obat yang sangat mahal.
Obat ini berupa cairan yang disuntikkan kedalam bola mata setiap b
ulan selama 3 bulan dengan harga obat sekali suntik sekitar 15 juta !
Sehingga untuk di Indonesia, pengobatan ini hanya untuk orang-orang yang mampu saja sedangkan kelainan ini menyerang siapa saja baik kaya atau miskin.
Selain
dengan obat, dapat juga dilakukan tindakan Laser untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.
Diluar negeri juga telah dilakukan operasi untuk kelainan ini, berupa pengangkatan jaringan sistim pembuangan saraf yang rusak, namun hal ini memerlukan ketelitian yang sangat tinggi sehingga tidak terangkat jaringan yang masih bagus dan justru menimbulkan kebutaan
.

Pencegahan lebih penting daripada pengobatan.


Hal ini dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya penyakit-penyakit diatas, mengurangi makanan berlemak dan mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung komponen-komponen yang berguna bagi saraf mata, terutama sayur dan buah-buahan.
Atau dapat juga mengkonsumsi suplemen yang komposisinya terdiri dari bahan-bahan yang berguna bagi saraf mata terutama untuk orang tua antara lain yang mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten.



Marilah kita menjadi tua dengan mata yang tetap berkualitas !


Hidajat Nerviadi Iksan, Bogor Medical Center
dan RS Karya Bhakti Bogor





Jumat, 25 April 2008

COMPUTER VISION SYNDROME

Seperti kata Tukul :…kembali ke laptop !
Kata-kata ini merupakan manifestasi bahwa penggunaan komputer atau laptop dilingkungan kerja atau rumah sudah merupakan hal yang biasa dan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita.



Penggunaan komputer disamping terbukti meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja namun tern
yata juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan khususnya mata. Melihat besarnya penggunaan komputer dalam kehidupan manusia, tentu perlu suatu cara untuk mengantisipasi efek negatif yang dapat ditimbulkannya.

Computer Vision Syndrome ( CVS ), adalah salah satu bentuk dampak negatif akibat pemakaian komputer atau Video Display Terminal ( VDT ).
Kelainan ini berupa sekumpulan gejala atau sindroma baik yang berhubungan dengan mata atau tidak, setelah bekerja didepan komputer.
Secara awam dapat dikatakan ada 3 mekanisme yang berkaitan yaitu perubahan permukaan mata, perubahan mekanisme akomodatif dan perubahan yang tidak berkaitan dengan mata.

Gejala CVS yang berhubungan dengan mata adalah kelelahan dan ketegangan mata, mata kering dan penglihatan buram, sedangkan yang tidak berhubungan dengan mata antara lain sakit kepala, nyeri leher dan punggung.
Gejala CVS terjadi pada 75% pengguna komputer selama 6 sampai 9 jam sehari dan 9 sampai 12% diantaranya datang ke spesialis mata.

Penyebab perubahan permukaan mata berupa mata terasa kering atau berpasir antara lain adalah faktor lingkungan seperti penggunaan penyejuk udara, kipas angin, debu, penurunan refleks kedip, penyakit sistemik, penggunaan obat-obatan dan penggunaan lensa kontak.

Perubahan mekanisme akomodatif timbul karena huruf pada layar komputer sangat berbeda dengan teks pada kertas karena terbentuk dari titik-titik kecil yang tersusun dan membentuk huruf atau angka yang disebut pixels.
Telah dibuktikan bahwa mata lebih sulit fokus pada tulisan ini sehingga mata akan berakomodasi terus menerus agar tulisan menjadi jelas,akibatnya timbul kelelahan otot mata.
Akomodasi yang terus menerus pada jarak dekat diduga ikut berperan sebagai penyebab timbulnya mata minus, namun belum ada literatur yang menyatakan bahwa pengguna komputer memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan pengguna komputer.

Perubahan yang tidak berkaitan dengan mata timbul karena gangguan tajam penglihatan mempengaruhi organ tubuh yang lain seperti otot.
Pengguna komputer yang melihat tulisan tidak jelas pada monitor komputer memicu pergerakan kepala, leher dan bahu kedepan yang pada akhirnya akan menimbulkan nyeri otot.

Karakteristik komputer juga berpengaruh pada penglihatan, antara lain kualitas display, makin tinggi resolusi layar komputer maka huruf atau gambar akan makin tegas sehingga mata akan lebih jelas melihat tanpa akomodasi yang berlebihan, demikian juga karakter tulisan yang berwarna gelap dengan latar yang lebih terang akan menambah kenyamanan dan mengurangi kelelahan mata.

Pencahayaan yang kurang baik atau terlalu terang dapat menimbulkan efek silau sehingga karakter huruf atau gambar pada layar monitor menjadi kabur.
Layar komputer menghasilkan sinar alfa, beta dan sinar x dan radiasi ion telah diketahui dapat mengg
angu stabilitas sel tubuh dengan cara merusak ikatan kimia sehingga dapat mempengaruhi stabilitas sel-sel saraf mata,

Untuk mengatasi CVS diperlukan pendekatan multisektoral sesuai dengan keluhan yang bervariasi.
Pencahayaan yang tepat pada ruang kerja akan menghasilkan kenyamanan sehingga dapat mengurangi kelelahan mata. Pemberian filter anti silau tidak akan mengurangi gejala mata lelah namun terbukti dapat mengurangi silau dan meningkatan kontras pada layar monitor.

Posisi layar dan posisi duduk harus sesuai, posisi layar sebaiknya diletakkan 5-6 inchi dibawah garis pandang mata agar dapat tercapai posisi ergonomis sehingga keluhan nyeri kepala, leher dan punggung akan berkurang.
Pemakaian kacamata sangat dianjurkan bagi pengguna komputer yang mempunyai gangguan refraksi, terutama pengguna yang memakai kacamata baca.
Disarankan untuk memakai kacamata multifokal yang mempunyai fokus untuk melihat jauh, sedang ( layar monitor ) dan dekat ( teks ).

Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat CVS dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung yaitu berupa menurunnya produktivitas dan efisiensi pekerja, oleh karena itu perlu diwaspadai adanya ancaman CVS .

Selalu istirahatkan mata setelah bekerja 2 jam didepan komputer dengan cara memandang jauh atau memejamkan mata selama 10 menit, atau .........tutup saja komputer atau laptop anda !

Hidajat Nerviadi Iksan , Bogor Medical Center dan

RS Karya Bhakti Bogor

Sumber : buletin PERDAMI