Kamis, 06 Maret 2008

DONOR MATA, sebuah pengalaman mengambil mata donor

Pagi itu telpon dirumahku berdering, Bank Mata mengabarkan bahwa ada seorang peserta donor mata yang meninggal jam 6 pagi tadi. Aku segera bersiap karena akan dijemput oleh petugas Bank Mata untuk menuju lokasi.

Hari itu aku membatalkan semua perjanjian dengan Rumah Sakit karena harus segera melakukan tindakan operasi pengambilan mata donor.

Informasi mengenai jenazah sangat minim, sepanjang perjalanan menuju lokasi aku berpikir bagaimana situasi dirumah keluarga almarhum, bagaimana sikap penerimaannya, bagaimana sikap tetangga sekitarnya ?
Dalam 30 menit kami sampai di rumah almarhum, di daerah Gunung Batu Bogor. Situasi perkampungan cukup padat ,
yang sangat mengherankan adalah penerimaan keluarga almarhum yang sangat ramah, tidak ada muka sedih dan muka tidak bersahabat, demikian juga dengan tetangga sekitarnya.

Masuk kedalam rumah, aku melihat sesosok mayat yang terbujur di lantai ruang tamu ditutup dengan kain batik. Sejenak aku tertegun, tindakan ini sudah pernah aku lakukan tetapi 20 tahun yang lalu sewaktu masih kuliah dan itupun bersama seniorku.
Setelah rasa gugupku hilang , aku berdoa dan meminta ijin untuk melaksanakan tugasku mengambil bola mata.



Donor ini seorang wanita berumur 74 tahun, meninggal karena usia tua. Segera kusiapkan alat-alat untuk operasi dan melakukan enukleasi/pengambilan bola mata dibantu seorang anak almarhumah yang memegang lampu senter.
Dengan mengalami sedikit kesulitan karena melakukan tindakan dengan membungkuk dilantai dan kepala penuh keringat.


Akhirnya dalam 20 menit kedua bola mata sudah dapat diambil, memang lebih mudah mengambil bola mata pada mayat karena sama sekali tidak ada darah yang keluar.
Yang membuatku berkeringat adalah suasana rumah yang panas dan pengap serta pandangan keluarga dan tetangga yang ikut melihat proses tersebut.
Setelah meletakkan bola mata pada tempat khusus, membungkusnya dengan plastik dan memasukkan kedalam box styroform yang diisi es, aku segera mohon pamit.
Bola mata yang telah diambil tersebut harus segera sampai di RS Mata Aini dalam 6 jam setelah donor meninggal. Disana diawetkan lagi dengan cairan khusus yang dapat bertahan lebih lama sambil menunggu di cangkokkan pada pasien yang membutuhkannya.

Keluar dari rumah tersebut aku merasa sangat lega, rasanya terbebas dari beban yang sangat berat, selesai sudah tugasku sebagai ahli bedah mata mayat !
Dalam perjalanan pulang aku mengobrol dengan petugas Bank Mata, ternyata almarhumah adalah pengikut Jamaah Ahmadiyah, dimana suaminya juga diambil bola matanya sewaktu meninggal beberapa tahun yang lalu.
Diperkampungan itu juga terdapat beberapa pengikut Jamaah Ahmadiyah yang mendonorkan matanya.

Terjawab sudah pertanyaanku, mengapa mereka menyambutku dengan ramah, tanpa muka sedih dan muka bermusuhan, karena mereka sudah siap dan mengikhlaskan anggota keluarganya yang meninggal menjalani proses pengambilan bola mata, demikian juga dengan tetangga sekitarnya.



Jamaah Ahmadiyah adalah salah satu aliran dalam Islam yang mempunyai program donor mata pada anggotanya.
Bagi kami sebagai pelaksana pengambilan bola mata, tidak ada perbedaan pada suku, ras, agama atau keyakinan, karena bola mata tersebut sangat berguna bagi ribuan pasien yang menunggunya.



Menurut informasi, ada sekitar 400 donor mata di Bogor yang berasal dari Jamaah Ahmadiyah ini, sedangkan menurut data RS Mata Aini ada sekitar 1400 pasien/resipien yang mengantri untuk mendapatkan donor mata.

Betapa berharganya bola mata tersebut dan betapa mulianya seorang yang menjadi donor mata.

Hidajat Nerviadi Iksan, BOGOR MEDICAL CENTER dan RS Karya Bhakti Bogor

1 komentar:

deden mengatakan...

posting yang menarik.
salam